Kadang ada anak yang menceritakan perilaku “buruknya” kepada orangtua bukan karena ia melakukan keburukan tersebut, tetapi semata untuk memancing perhatian orangtua. Kadang pula terjadi anak melakukan tindakan yang tampak buruk, tetapi ia memaksudkannya untuk kebaikan, hanya saja ia salah dalam bertindak. Dalam hal ini, tanggapan orangtua sangat penting. Orangtua perlu menggali lebih lanjut, memberikan pertanyaan untuk menelusuri sebab tindakan, bagaimana dilakukan, kapan peristiwanya sehingga dengan demikian orangtua tidak tergesa-gesa memberi penilaian.
Iktikad yang baik perlu dihargai, meskipun salah tindakannya. Kita menghargai iktikadnya dan meluruskan, mengoreksi tindakannya. Adapun sikap maupun tindakan yang tidak tepat dapat segera kita perbaiki apabila kita tanggap. Sementara cerita tidak baik untuk memancing perhatian orangtua dapat segera dibenahi dan tidak perlu memancing kepanikan apabila kita memberi umpan balik yang tepat.
Hal yang sama juga berlaku untuk kisah-kisah yang dituturkan anak tentang kebaikannya di sekolah. Kebaikan perlu diapresiasi. Tetapi tidak setiap cerita yang menunjukkan kebaikannya benar-benar menunjukkan bahwa dia berbuat baik. Sikap curiga kepada anak membuat kita cenderung tidak dapat menerima seluruh penuturan anak meskipun benar-benar baik dan sesuai fakta.
Lalu apa yang seharusnya kita lakukan? Sama. Kita berusaha untuk menanggapi, memberi umpan balik, menggali alasan anak melakukan “kebaikan” tersebut (sungguh-sungguh dilakukan karena niat yang baik, dikerjakan hanya untuk mendapat pujian maupun anggapan baik dari orangtua, pun cerita yang hanya mengesankan dirinya baik, padahal tidak dilakukan), bagaimana ia melakukan dan berbagai hal terkait cerita tersebut. Manfaatnya, jika tindakan tersebut benar-benar dilakukan, kita dapat mendidik anak menimbang perbuatannya, menetapkan skala prioritas dan meluruskan niat. Adapun jika anak hanya ingin mengesankan baik kepada orangtua, dapat segera diketahui untuk kemudian diluruskan tanpa mempermalukannya.
Jangan sampai terjadi anak senantiasa bercerita tentang bagaimana ia nyaris setiap hari membagikan makanannya untuk teman-temannya di sekolah, orangtua sudah terlanjur bangga, padahal sebenarnya anak itulah yang biasa mengambil makanan temannya tanpa izin. Lebih repot lagi jika orangtua mempercayai anak secara total tanpa mau menelisik kebenaran, sementara segala perkataan guru maupun orang lain yang bertentangan dengan cerita anak dianggap angin lalu dan bahkan fitnah. Akibatnya, tindakan buruk anak di sekolah tidak dapat dibenahi dengan segera. Orangtua yakin sepenuhnya anak tidak punya masalah sedikit pun, padahal sebenarnya sedang menabung masalah.
Nah.
Kadangkala penyebab sulitnya menangani masalah anak yang muncul di sekolah bukanlah beratnya masalah, tetapi karena orangtua sudah menutup diri dengan keyakinannya bahwa anaknya baik. Tidak ada masalah. Ia lupa bahwa sebagian masalah itu bersumber dari rumah, tetapi anak melampiaskannya di sekolah.
Tetapi kadang terjadi pula guru menganggap bahwa masalah yang terjadi di sekolah pasti bermula dari rumah, padahal sungguh-sungguh bersumber dari sekolah. Dalam hal ini, memetakan masalah dengan baik dan menelisik sebabnya secara jernih akan sangat membantu guru menyelesaikan masalah yang muncul akibat perilaku buruk satu atau dua anak. Tidak setiap kenakalan anak itu memiliki kaitan dengan rumah. Kadang ada yang murni bersumber dari sekolah. Tetapi kerja-sama dengan orangtua akan tetap bermanfaat, meskipun tentu saja sebabnya harus dikaji secara cermat. Jika sebabnya ada di sekolah, orangtua lebih bersifat membantu mempercepat penyelesaian masalah. Bukan memperparah. Tetapi yang perlu diselesaikan, tetaplah sebab yang ada di sekolah. Adapun penyebab yang berada di rumah, mau tidak mau orangtua perlu berperan, kecuali jika sekolah memiliki team dan prosedur penanganan yang sangat memadai.
Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Sumber: Fanpage Mohammad Fauzil Adhim
Diposting ulang oleh situs pakaian muslim @kaosbapaksholeh
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.