Kaos Dakwah | “Jika ayah memahami bahwa anaknya adalah masa depan umat, maka tidak ada ayah yang mengabaikan anaknya demi bisnisnya.” ungkap Ustadz Budi Ashari, Lc dalam Kajian Rabu Malam, Masjid Darussalam, Depok (16/4/2014).
Pakar sejarah Islam ini mengingatkan para ayah bahwa anak-anak adalah hal yang paling mahal. Anak adalah mustaqbala ummah-masa depan ummat-. Di tangan merekalah peradaban Islam kelak. Jika hari ini kita masih kesulitan memilih pemimpin karena keterbatasan individu, maka para ayah harus mulai memikirkan bagaimana mencetak generasi pemimpin masa depan. Jangan sampai ayah terlalu sibuk di luar. Mencari nafkah memang tugas ayah, tapi itu bukan merupakan tugas satu-satunya.
“Nabi adalah sosok yang paling sibuk, tapi masih sempat meluangkan waktu mengusap kepala setiap anak yang ditemuinya. Bahkan Nabi menyempatkan diri mendidik dan bermain dengan cucu-cucunya. Apakah kesibukan kita mengalahkan nabi sehingga tak sempat peduli dan memperhatikan anak-anak?” tanyanya tegas.
Ayah dengan empat anak ini pun mengungkapkan bahwa Khalifah Umar bin Khattab yang terkenal tegas dan galak saja sangat dekat dengan anak-anak. Ini membuktikan bahwa seorang laki-laki yang telah menjadi ayah harus bisa menempatkan diri, kapan menjadi laki-laki yang tegas dan kuat, kapan menjadi sosok lembut kepada anak dan istrinya.
Alumnus Universitas Madinah ini berkisah tentang kehebatan ayah Shalahuddin al Ayubi. Tidak mengherankan jika Shalahuddin menjadi orang besar di kemudian hari, pembebas Al Aqsha. Hal tersebut tidak lepas dari peran besar ayahnya yang menanamkan nilai dan keyakinan sejak kecil.
Ketika Shalahuddin kecil bermain dengan anak-anak perempuan di jalan, ayahnya mengambilnya dari tengah mereka. Ia pun mengangkat tubuh Shalahuddin tinggi-tinggi ke udara. Ayah Shalahuddin berkata, “Dulu, saya menikah dengan ibumu bukan untuk melakukan seperti ini. Aku menikah dengan ibumu agar kelak kau yang membebaskan al Aqsha!”
Shalahuddin dijatuhkan ke tanah, ia kesakitan. Ayahnya bertanya, apakah kamu sakit karena jatuh? Shalahuddin menjawab: Ayah menyakiti saya. Ayahnya bertanya lagi, “Mengapa kamu tidak teriak saja karena sakit?” Shalahuddin kecil pun menjawab,” Tidak layak seorang pembebas al Aqsha mengeluh kesakitan!”
Setelah membahas pentingnya peran ayah bagi anak, pakar pendidikan Islam ini mengutip karya Dr. Adnan Baharist yang mengungkapkan bahwa Allah telah siapkan perangkat agar aqidah anak terjaga. Menurutnya, anak-anak di usia awal mengambil nilai, akhlaq, hanya dari orang tuanya. Allah menjadikan orang tua sebagai contoh terhebat bagi anaknya.
“Di fase awal, anak-anak hanya percaya pada orang tuanya sehingga sulit digendong orang lain. Inilah perangkat yang Allah siapkan dalam rangka menjaga anak dari pengaruh luar. Masa kanak-kanak manusia lebih lama dibanding makhluk lain, agar cukup bagi orang tua menanam aqidah di diri anak.” tandasnya. (nu/PN)
Ditulis: Nunu Karlina
Sumber : parentingnabawiyah.com
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.