Sebagai makhluk sosial berinteraksi satu sama lain setiap hari, umat Islam sebaiknya memiliki pemahaman yang baik mengenai akad sewa menyewa. Sewa menyewa sudah menjadi bagian interaksi sosial ekonomi di kehidupan sehari-hari guna memenuhi kepentingan dan kebutuhan manusia. Mari kita pahami akad sewa menyewa lewat ulasan berikut.
Apa Itu Sewa Menyewa dalam Islam?
Dalam Islam, sewa menyewa dapat disebut sebagai ijarah. Ijarah memiliki makna pengupahan (ujrah). Fatwa Dewan Syariah Nasional menyebutkan bahwa akad ijarah adalah akad untuk pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu jasa seperti sewa tukang hingga sewa elf Jogja atau barang dalam jangka waktu tertentu dengan pembayaran upah atau sewa. Artinya kepemilikan tidak ikut berpindah.
Islam membolehkan umatnya melakukan ijarah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terutama untuk memanfaatkan tempat, alat-alat, dan semacamnya. Ijarah atau sewa menyewa dapat menjadi solusi bila Anda membutuhkan suatu benda atau tempat tapi tidak cukup uang untuk membelinya secara penuh.
Hukum ijarah disebutkan dalam Surat Ath Tholaq ayat 6 dan juga Hadis Shahih Riwayat Ibnu Majah. Kedua dalil itu memerintahkan penyewa segera membayar biaya sewa sesegera mungkin sebab hukum jual beli juga berlaku. Dengan mematuhi hukum dan akad ijarah, penyewa dan pemberi sewa dapat saling membantu tanpa harus menanggung risiko yang berat.
Syarat dan Rukun Ijarah
Ijarah memiliki syarat dan rukun yang harus dipahami. Mulai dari syarat atau ketentuannya. Benda yang boleh dilibatkan dalam proses ijarah adalah benda yang halal. Selanjutnya, benda tersebut hendaknya disewa untuk tujuan yang halal. Sebab sewa menyewa benda yang haram dan untuk tujuan haram juga haram. Ijarahnya tidak sah.
Benda yang disewakan juga hendaknya memiliki bentuk yang tetap. Dalam hal ini, benda-benda yang habis pakai seperti makanan tidak bisa disewakan. Setelah memahami benda dan tujuan ijarah, kedua belah pihak dalam ijarah juga harus mengetahui pemanfaatan benda tersebut. Upah dan jangka waktu juga harus diketahui dan disepakati kedua belah pihak.
Rukun ijarah sendiri meliputi 3 aspek, yaitu: 1)Kedua pihak (mustajir dan mu’ajjir), 2) adanya upah, dan 3) adanya ijab qabul antara kedua pihak. Untuk ‘Aaqid dan ijab qabul memiliki syarat yang sama dengan jual beli. Muslim boleh mengadakan akad dengan kafir, begitu juga sebaliknya. Bedanya ijarah memiliki jangka waktu yang harus disepakati bersama.
Hal-Hal yang Membatalkan Ijarah
Ijarah bisa saja batal atau berakhir karena beberapa hal. Pertama, ditemukannya aib pada objek ijarah oleh pihak penyewa. Kedua, barang atau objek ijarah mengalami kerusakan. Ketiga, terpenuhinya hal-hal yang diakadkan. Misalnya, selesainya masa kontrak atau selesainya pekerjaan. Keempat, meninggalnya salah satu pihak yang terlibat, bisa muajjir atau musta’jir.
Ijarah juga bisa batal jika salah satu pihak, baik muajjir maupun musta’jir, mengalami halangan syari’i. Misalnya seseorang menjadi pengusaha kemudian menyewa toko. Lalu terkena musibah perampokan atau kebakaran. Tentu saja pihak tersebut mengalami bangkrut dan kerugian. Pihak penyewa berhak membatalkan ijarah tersebut. Maka akad ijarah tidak lagi berlaku.
Demikian sedikit ulasan mengenai ijarah. Ijarah menjadi salah satu solusi pemenuhan kebutuhan juga pembuka rezeki bagi umat Islam. Ijarah juga bisa mendatangkan manfaat bagi pihak yang memberikan sewa dan menyewa. Agar lebih berkah dan mendatangkan manfaat bagi kedua belah pihak, segala aspek ijarah harus dipahami. Simak terus ulasan lainnya, ya!
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.