Bukan Sekedar Permainan

posted in: Artikel | 0

Bunda tentu pernah mengeluhkan anak laki-lakinya yang beranjak usia belasan tahun senang sekali keluar rumah bermain dengan temannya dibandingkan diam di rumah? Segala bentuk kekhawatiran sang Bunda sering dirasakan, mulai dari kejahatan yang saat ini targetnya adalah anak-anak, pergaulan bebas , target komunitas LGBT pada anak-anak, ancaman pornografi dan pelecehan seksual, sodomi hingga kekhawatiran kelalaian ananda dalam menjalankan kewajibannya pada Allah semisal shalat.

Anak laki-laki pasca 10 tahun, tentunya memiliki gejolak untuk mendapatkan eksplorasi yang lebih luas dari sekedar lingkungan rumah dan tetangga, interaksi pertemanannyapun semakin banyak sebab dia ingin eksis dan diakui sebagai teman dan mengeluarkan pendapat-pendapatnya di lingkungan teman. Saat ini juga anak sedang menguji nalarnya menuju kematangan pola berpikir dan kematangan pola prilaku yang pernah dia dapatkan selama ini dari orang tua dan sekolah.

Jika pendampingan ayah bunda terhadap anak usia ini berhasil dalam pematangan kepribadian Islamnya, maka anak akan tumbuh sebagai sosok remaja yang memesona, pemikiran yang kritis dan ketaatan yang kuat pada Allah swt. Kelak ketika dia sudah dewasa di usia 15 tahun kepribadian Islam itu melekat erat pada dirinya yang menjelma menjadi pribadi tangguh yang berpengaruh.

Namun sebaliknya bila orang tua memandang fase ini adalah fase yang membuat rumit, galau dengan memberikan stereotip yang negati tentu akan membuat jurang komunikasi antara anak dan orang tua sekaligus memadamkan potensi yang sejatinya mulai menyala-nyala. Anak tidak akan mau berkata jujur kemana dia bermain dan siapa saja teman bermainnya. Karenanya ada anak mengungkapkan alasan untuk bermain ke bundanya adalah bermain sepakbola, namun kenyataannya anak menonton video porno bersama teman-teman bermainnya yang notabene lebih tinggi usianya, jadilah anak tersebut korban pelecehan seksual sementara ayah dan bunda tidak memberikan pendampingan yang penuh tanggung jawab.

Zaman ini memang zaman penuh kekhawatiran, maka benar adanya quote dari Ja’far Ashshodiq, “Berikanlah pendidikan agama kepada anak-anakmu sesegera mungkin sebelum lawan-lawanmu menggantikanmu dan menanamkan ide-ide yang salah dan keliru pada pemikiran mereka”

Maka dalam konsep pendidikan anak berdasarkan tahapan usia, anak sudah harus memiliki kepribadian Islam di usia 10 tahun dan sangat memungkin untuk hafal Al-quran di usia ini 30 juz sebagai ma’lumah sabiqah (informasi sebelumnya) sebagai informasi yang benar dalam berpikir benarnya menilai pemikiran, perbuatan dan benda di sekitarnya. Usia ini juga berlatih jiwa kepemimpinannya saat ideologi islam yang ditanamkan padanya dapat berproses menjadi qiyadah fikriyyah (kepemimpinan Berpikir).

felix 3 bukan sekedar bermain
Ustadz Felix dan Keluarga, Beliau memakai kaos Al Fatih

Jika pendampingan orang tua membersaamai ananda dalam mengantarkan kepribadian Islam ini dapat optimal maka ada kepercayan yang besar bagi orang tua untuk melepaskan ananda bermain tanpa kegalauan yang sangat ketika anak berada dalam lingkungan teman-temannya. Karena anak dalam pribadi yang berpengaruh bagi teman-temannya.

Katakanlah Musa, awalnya bunda sangat mengkhawatirkan bermainnya di luar rumah, mengingat angka LGBT di daerahnya meningkat tajam 4000 an dan target rekrutmennya adalah anak-anak. Melarang anak bermain tentu tidaklah adil, karena anak butuh penjelajahan dan medan yang lebih luas untuk pengalaman, mengasah mental, keberanian dan ke PD an. Disinilah sang bunda harus berpikir keras untuk menjalin keterbukaan antara anak dan bunda agar anak mau jujur menceritakan siapa saja temannya, dimana alamatnya, keluarganya seperti apa, ananda bermain sepeda ke wilayah mana saja yang ditaklukan, apa kepentingan ananda berada di wilayah itu dsb.

Pertama sekali bunda melarang ananda bermain ananda Musa tidak mau minta izin sebab Musa sudah tahu kalau bundanya pasti melarang, sementara dia sudah meyakinkan bundanya bahwa dia akan baik-baik saja sudah bisa menilai mana yang baik dan mana yang buruk, tidak pernah meninggalkan shalat saat bermain bahkan mengajak teman-temannya shalat di mesjid dan sebelum bermain setor muraja’ah dulu minimal 1/2 juz. Bahkan ada salah satu temannya pindah sekolah ke sekolahnya karena tertarik dengan sekolah tahfidznya.

Bunda…saat ananda bermain pada dasarnya anak sedang maping, memetakan wilayah eksplorasinya, memetakan teman-temannya dan memtakan posisinya di hadapan teman-temannya. Beberapa strategi ini mungkin bisa diterapkan ketika ananda ingin bermain keluar rumah tanpa pendampingaan di luar :

1. Mintalah ananda untuk izin terlebih dahulu ketika keluar rumah. Berikan dia kepercayaan dan berdiskusilah seputar target ananda bermain, semisal olah raga dengan bersepeda, biar berkeringat dan jadi sehat.

2. Pastikan kejujuran ananda bermain dimana dan memilih teman yang menguatkan ketaatan pada Allah. bacakan hadist rasulullah tentang memilih teman dan betapa teman adalah orang penting dalam hidup ananda.

3. Beri jadwal bermain dan batasi waktu pulang, jika tidak pulang pada waktu yang sudah ditentukan ada sangsi menghafal satu hadist misalnya agar ananda memahami makna disiplin.

4. Beri tugas geografi atau sains atau matematika saat bermain, misal menghitung berapa mesjid yang dilewati di wilayah bermain ananda, berapa gang yang dilewati, Jumlah teman bermain, berapa yang shalat dan berapa yang tidak. Trus apa yang ananda lakukan ketika ada teman yang tidak shalat. Atau bisa juga beri tugas dakwah. Dengan demikian bermainnya tetap dalam proses pembelajaran, mengasah mafhum dan mengikatkannya dengan amal dan proses tanggung jawab.

Anak, tidak selalu dalam pendampingan kita ketika bermain, berilah kepercayaan namun tetap waspada, pada kondisi seperti ini anak rentan tidak jujur, maka selalu kokohkan aqidah islam dan menstelkan dalam imannya bahwa dimanapun dia berada walau ayah bunda tidak bersamanya Allah senantiasa mengawasinya dan setiap apa yang kita lakukan kelak akan dipertanggung jawabkan.

Walau tidak menutupkan kemungkinan ananda melakukan kesalahan-kesalahan maka pada saat inilah mengikatkan mafhum dan amal itu lebih erat lagi, tarkiz aqidah islam lebih kokoh lagi, tsaqafah Islam lebih deras lagi. Dengan seperti ini kelak ananda dalam tempaan yang keras dan semakin menguatkan kepribadian Islamnya dan ketika dia dewasa kepribadian islam ini sudah matang.

Wallau a’lam bishshawab

Oleh : Ustadzah Yanti Tanjung

Follow Suryono:

Brand kaos distro muslim Kaos Bapak Sholeh adalah brand clothing dari Jogja. Kami membuat kaos distro muslim bertema keluarga. Semoga menjadi wasilah untuk menjadi pribadi yang lebih bertaqwa dan mendekat dengan Nya.

Leave a Reply