Pagi tadi kami mendapatkan pesan dari grup WA IIBF Jogja yang kami ikuti. Sebuah pesan dari Presiden IIBF bapak Heppy Trenggono. Kami share semoga bisa menjadi informasi dan pelajaran berharga bagi semua. Moga manfaat.
===============================================
Tidak sengaja sore tadi dari secarik kertas saya membaca sebuah ayat yang luar biasa menggembirakan. “Janganlah kamu takut dengan kemiskinan karena membelanjakan harta di jalan Allah” QS Albaqarah 2: 245. Ini adalah ayat motivasi bagi siapa yang mau memahami, Allah mengingatkan agar kita tidak usah takut miskin karena membelanjakan harta kita di jalan Allah, atau dengan kata lain bahwa jika kita mau membelanjakan harta di jalan Allah maka tidak mungkin kita akan jatuh miskin, dengan membelanjakan harta di jalan Allah maka kita telah menempatkan diri kita dalam asuransi yang akan menghindarkan kita dari kemiskinan dimana penjaminnya adalah Allah sendiri.
Tentu ayat ini ditujukan untuk mendorong manusia agar mau membelanjakan harta di jalan Allah. Kita memaklumi bahwa ayat ini bukan ditujukan untuk orang yang pekerjaannya mengemis dan meminta minta, sehingga dia semakin semangat menjadi pengemis.
Islam mengajarkan kita untuk bekerja keras, bermental kaya, tidak berputus asa.
Islam sangat peduli kepada kemiskinan, namun dalam waktu yang sama islam juga mencela kemiskinan.
Persoalan sering muncul ketika kita menempatkan ayat tidak sesuai dengan contexnya, sehingga perdebatan antar umat islampun selalu diwarnai dengan perang ayat.
Penulis buku “Renungan Kalbu” mengibaratkan bahwa menggunakan ayat itu seperti kita minum obat. Kalau anda sakit kepala ya minum obat sakit kepala, jangan minum obat sakit perut. Kalau sakit kepala minumnya obat sakit perut maka persoalan anda tidak akan selesai bahkan bisa bertambah satu persoalan lagi.
Ketika seorang pengemis meminta minta kepada seseorang, apakah tepat dia menggunakan ayat “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bahagian” (QS. Adz-Dzariyat: 19 dan orang yang sedang dimintai sedekahnya menggunakan ayat “Bekerjalah kamu, maka Allah dan RasulNya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS at-Tawbah /9: 105).
Al quran diturunkan sebagai petunjuk keselamatan agar manusia menjadi hamba yang lebih baik dari waktu waktu.
Ketika berbicara tentang ukhuwahpun, mengapa ada satu yang mendorong dan satu yang ngerem, dimana persoalannya? Karena kedua duanya tidak bicara sesuai konteksnya.
Islam harus dibangun dengan ukhuwah, tanpa ukhuwah maka islam akan lemah, tidak ada kekuatan yang bisa dibangun tanpa ukhuwah.
Namun ukhuwah tidak relevan ketika yang sedang kita bicarakan konteksnya pendidikan karakter. Apakah seorang murid badung yang selalu mengganggu pelajaran di kelas tidak boleh dikeluarkan dengan alasan ukhuwah?
Ukhuwah juga tidak relevan digunakan dalam konteks menghadapi orang orang yang munafik, yang berbahaya bagi perjuangan.
Maka agar tidak menimbulkan perdebatan kita perlu menjelaskan apa konteks yang sedang kita maksud ketika mengangkat sebuah prinsip.
Nah, kembali kepada ayat pertama tadi, semoga dengan ayat itu menjadikan kita semakin semangat dalam membelanjakan harta di jalan Allah, Apa yang kita khawatirkan?
Salam,
HT (Heppy Trenggono)
===========================================
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.